3. MENINGGALKAN RUMAH DEMI ILMU 3
Selanjutnya, sepulang Syamsuddin muda dari berbagai pesantren pada tahun 1970 M barulah mulai banyak santri berdatangan, baik yang mondok atau yang ndodok. Bekal pengalaman mondok yang hampir sepuluh tahun di tiga pesantren (Sawahan Mojosari, Mangunsari Nganjuk, dan Pulorejo Pungging), Syamsuddin memiliki ciri kepemimpinan yang tegas sehingga menjadikan pesantren yang dibangun oleh swadaya masyarakat Tawar itu berkembang pesat dan Dua kamar yang tersedia pun tidak mencukupi lagi untuk dijadikan penginapan para santri.
Bukan berarti perjuangan Kyai Syamsuddin tidak ada kendala dan rintangan, bahkan banyak sekali kendala baik yang berupa perasaan atau fisik sehingga membuat Beliau hampir saja frustasi. Namun berkat barokah para guru Beliau dan Nasihat KH. Yahdi Mathlab Mojogeneng yang selalu tlaten menghiburnya, Beliau tetap sabar dan Ruhul jihadnya pun menjadi bergejolak kembali, apalagi Beliau selalu diingatkan oleh cita-cita luhur sang Romo untuk mendirikan pesantren.
Akhirnya, pesantren di bawah kepengasuhan Beliau ini memperbarui dan mengembangkan diri sampai seperti yang terlihat sekarang. Allohumma irdlo wa baarik wa irham 'ala hadza ribaath wa man intasaba ilaih. Amiiin.
SAKHOWAH:
Hadrotussyaikh mendirikan masjid dan madrasah tidak minta sumbangan financial dari orang lain meski masih ada sebagian masyarakat dan murid yang memberikan sumbangsihnya tapi jumlahnya tidak banyak.
Para murid thoriqoh yang menginap diberi sarapan pagi setiap hari Selasa dan Jum'at.
Dan beliau terkenal sangat dermawan.
KAROMAH:
Sewaktu Beliau masih di Curahmalang pernah ada Jin menawarkan jasa kepada Beliau, karena kekuatan niatnya untuk Ibadah kepada Alloh semata, Beliau tidak tergoda dengan tawaran tersebut. Kutipan dialog beliau dengan bangsa Jin adalah; Opo kuwe kepingin iso mabur…? Mandi…? Sakti…? Kemudian Beliau menyanggahnya dengan jawaban; Ora, Aku mung kepingin golek Ridlone Gusti.
Waktu Beliau bermukim di desa Graji, pernah suatu ketika Beliau bermujahadah sambil duduk di atas buah kunyit, maka kunyit itu berubah menjadi emas.
Menurut Nyai Yaumi, setiap malam waktu sahur terdapat suara petir yang membuat tidur Hadrotussyaikh terjaga untuk sholat Tahajjud.
Beberapa sumber menceritakan, Beliau sering menyeberangi sungai Pikatan yang waktu itu sedang banjir besar.
Dikisahkan suatu ketika Hadrotussyaikh bermunajat, terpancar bias teja (cahaya) yang keluar dari tubuhnya sehingga pancaran cahaya itu terlihat dari arah atas beliau bermunajat.
Mbah Sahlan Krian dan Mbah Mukrim Prambon pernah ngendikan yang bentuk kata dan ma'nanya sama; "Ndik Mojokerto kedul ono Macane Agomo". (yang dimaksud adalah Hadrotussyaikh Mbah Kyai Istadz Djanawi).
Perkawinan Beliau dengan Mbah Nyai Yaumi dikaruniai 12 putra putri yang semuannya tertulis sesuai urutan kelahirannya di bawah ini;
1. Haidlor Ali (wafat masih kecil),
2. Sulaiman Afandi,
3. Khoirul Anam,
4. Riyadlul Badi'ah,
5. Muhajir,
6. Zainah (wafat masih kecil),
7. Mubayanah,
8. Musyarrofah,
9. Baidlowi (wafat masih kecil),
10. Ahmad Syamsuddin,
11. Isra'il (wafat masih kecil),
12. Nur Roihanah.
Selanjutnya ==>