MENINGGALKAN RUMAH DEMI ILMU

Posted by Admin Kamis, Juni 02, 2011, under |


MBAH YAI ISTADZ DJANAWI

1873-1959 M/1290-1379 H
TAWAR GONDANG MOJOKERTO

BAGIAN 3

3. MENINGGALKAN RUMAH DEMI ILMU

Seiring dengan berjalannya waktu, Istad berkembang selayaknya anak manusia yang lain sehingga menjadi remaja, sementara itu Istad muda merasa ilmu yang Beliau dapatkan dari para gurunya belum cukup untuk menghilangkan dahaganya akan ilmu, sehingga ia merasa perlu meninggalkan keluarga untuk nyantri dan ngangsu kaweruh kepada Ulama-ulama besar waktu itu. Kemudian dengan tekad bulat dan cita-cita luhur beliau menghadap ayah dan bundanya untuk minta izin dan do'a restu akan kepergiannya mengarungi samudra ilmu.
Berlinang air mata kedua orang tua beliau melepas kepergian buah hati yang menjadi tumpuhan harapan keluarga. Berat rasanya Bpk Djanawi untuk melepas putranya tetapi demi kemajuan dan kebaikan putranya beliau mengizinkan dan merestuinya.
Dengan hati yang sangat berat akhirnya Istad muda meninggalkan rumah dan terpisah dari keluarga tercinta. Tujuan utama beliau adalah pesantren Kyai Imam Bahri Mangunsari Nganjuk. Dipesantren ini beliau ditempa dengan berbagai ilmu agama. Dengan penuh kesabaran dan ketekunan beliu belajar sehingga dalam waktu singkat beliau mampu menyerap semua pelajaran yang diberikan.
Kyai Kholil Bangkalan Madura.
Berkat disiplin ilmu yang didapat dari para guru tersebut, Istad muda sangat tekun dan gemar melakukan riyadloh, mujahadah, kholwah, dan lain sejenisnya sebagai upaya untuk mengendalikan bisikan bisikan nafsu Beliau.
Dikisahkan oleh beberapa sumber, ketika masih remaja Beliau pernah thirakat hanya dengan memakan buah mengkudu lebih kurang selama tiga tahun di makam Bethek Mojoagung sebelum pada akhirnya Beliau menemukan seorang guru lagi.
Kemudian Beliau merasa perlu mencari guru lagi yang mampu memahami tersebutlah seorang guru besar thoriqoh NAQSYABANDIYAH KHOLIDIYAH MUJADDADIYAH yang bernama Syeikh Umar atau lebih terkenal dengan sebutan Mbah SRI Curahmalang Jombang yang mana Beliau mengabdikan dirinya kepada sang guru tersebut untuk beberapa tahun.
Dalam upaya membersihkan jiwa dari syahwah syaithoniyah sehingga mempunyai jiwa bersih yang mardliyah, Beliau sering mendapatkan dirinya sudah masuk ke dalam alam bawah sadar, diantaranya Beliau mendapatkan Ilham dari sang pencipta "Supaya berjalan ke arah timur". Setelah mempersiapkan perbekalan secukupnya, Istadz Djanawi menapakkan kakinya untuk berkelana menyusuri jejak-jejak Ilham yang Beliau dapatkan, namun sesampainya Beliau di dekat rel kereta pengangkut tebu desa Mlaten Mojosari, Beliau tidak dapat melanjutkan pengembaraan karena kondisi fisik Beliau sangat lemah dan akhirnya pingsan, kemudian ditolong oleh salah satu penduduk desa tersebut yang bernama Bpk Sabar yang juga sudi merawat sampai kondisi fisik Beliau pulih kembali. Kemudian di sana Istadz Djanawi mendapat Ilham lagi untuk berpindah ke desa Graji (wilayah Dlanggu Mojokerto). Dan setelah beberapa bulan lamanya bermukim di masjid desa Graji, Beliau mendapatkan "Isyaroh" untuk pergi ke desa Tawar.
Begitu tiba di desa Tawar, yakni sekitar tahun 1919 M, Istadz Djanawi langsung menuju ke sebuah Surau peninggalan Kiyai Imam Burhan (waktu itu sudah wafat), kemudian ketika Mbah Nyai Wati'ah (janda kiyai Imam Burhan) mengetahui bahwa perjaka tua Istadz Djanawi yang berada di suraunya itu mampu ngimami (menjadi imam sholat), maka Beliau bercanda untuk menjadikannya menantu sementara (hanya dalam bulan Romadlon) untuk ngimami sholat Tarowih di surau tersebut dan akhirnya dinikahkan dengan putri Beliau yang bernama Fathimah Jayun Yaumi (yang waktu itu bersetatus janda kembang).
Selanjutnya ==>