MENINGGALKAN RUMAH DEMI ILMU 2

Posted by Admin Kamis, Juni 02, 2011, under |


MBAH YAI ISTADZ DJANAWI

1873-1959 M/1290-1379 H
TAWAR GONDANG MOJOKERTO

BAGIAN 4

3. MENINGGALKAN RUMAH DEMI ILMU 2

Maha suci Alloh……. TakdirNya telah menunjukkan Rohman-RohimNya.Mbah Nyai Wati'ah yang maksudnya bercanda dalam "ngunduh mantu sementara" berubah menjadi menantu sebetulnya bahkan untuk selamanya.
Setelah menjadi bagian masyarakat dusun Tawar yang waktu itu masih abangan, Istadz Djanawi tergugah Ruhul Jihadnya (semangat juangnya) untuk menyiarkan Islam seperti yang dicita-citakan, namun Beliau tidak tergesa-gesa untuk merealisasikan keinginannya itu, Beliau lebih memilih mengikuti alur kebiasaan masyarakat dan tidak memperkenalkan ke Kiyaiannya, bahkan masyarakat Tawar dan sekitarnya lebih mengenal Istadz Djanawi dari aktifitas sehari-hari sebagai seorang makelar sambil sesekali menuangkan mutiara Da'wahnya. Hingga pada akhirnya para sahabat Beliau bisa merasakan kesejukan tetesan kalamnya. Begitu pula tidak jarang dawuh-dawuhnya laksana sabdo pandito ratu karena yang didawuhkan menjadi nyata dengan izin Alloh, sehingga menambah kekaguman para sahabatnya dan pada akhirnya mereka nyantri kepada Beliau. (Allohumma ighfir lah)
Baru setelah sekitar 28 tahun berbaur dengan masyarakat Tawar dan sekitarnya, Beliau mengijazahkan thoriqoh yang diamanahkan Sang Guru kepada Beliau. Tepatnya pada tahun 1947 Beliau pertama kali membai'atkan thoriqoh NAQSYABANDIYAH KHOLIDIYAH MUJADDADIYAH, dan pada tahun itu pula Beliau mendirikan Madrasah Diniyah (sekarang menjadi YPM Miftahul Qulub) yang mana sebelumnya Beliau telah menyiapkan kader-kader yang akan ditugaskan mengelola madrasah tersebut. Persiapan itu berupa menyekolahkan adik iparnya: Ahmad Ma'ina (kiyai Ahmad) dan salah satu muridnya yang bernama Imam Syafi'i (Mudin Klagen) dan Sulaiman Afandi (putra kedua Beliau) ke desa Jatirejo yang waktu itu sudah ada sekolah rakyat NU (sekarang menjadi Madrasah Ibtida'iyah Jatirejo) yang diprakarsai oleh H. Idris dan diasuh oleh Mbah Yai Imam Bahri Mas'ud sebelum Beliau mendirikan pesantren di Sawahan Mojosari.
Atas Ridlo dan Inayah Alloh perjuangan yang Beliau rintis berjalan tertib dan sangat cepat perkembangannya, namun belum sampai memanen apa yang telah Beliau tanam, ibarat mengentaskan kebodohan masyarakat dalam beragama yang waktu itu masih abangan, kejawen, dan kepercayaan-kepercayaan lain yang merusak keimanan terhadap ke Esa'an Alloh, Beliau dipanggil kepangkuan Sang Pencipta untuk selamanya, tepatnya Ba'da Isya' malam Jum'at Kliwon tanggal 05 Jumadal Ula 1379 H atau 05 Nopember 1959 M (Allohumma ighfir lahu warhamhu wa 'Afihi wa'fu 'anhu). Sementara itu, Beliau belum pernah melantik seorang guru mursyid walau dari kalangan putra-putranya sekalipun.
Sebetulnya, Hadrotussyaikh juga ingin membangun pesantren tapi bagaimanapun juga Beliau adalah manusia biasa yang lebih dahulu bertemu sang ajal sebelum berjumpa dengan apa yang Beliau cita-citakan. Tapi cita-cita itu akhirnya terwujud juga, pada tahun 1963 M adalah H Abdul Syukur (murid Hadrotussyaikh dan kepala dusun waktu itu) menggerakkan masyarakat untuk membangun pesantren sebagai realisasi dari cita-cita sang guru dan untuk menyambut Gus Syamsuddin (putra kesepuluh Hadrotussyaikh) jika kelak pulang dari pengembaraannya diberbagai pesantren. Saat itu pesantren yang dibangun adalah dua kamar gedhek (anyaman bambu) dan santrinya adalah para pemuda dusun Tawar sendiri yang ndodok (sore datang pagi pulang) karena waktu itu belum ada satupun santri yang mondok (menetap). Sedangkan pengasuhnya banyak sekali dan datang silih berganti karena mengasuh sebuah pesantren sangat sulit, lebih-lebih bagi orang yang tidak lama berpengalaman merasakan pahit getirnya nyantri dipesantren.
Kader-kader yang pernah memimpin pesantren Ndodok tersebut adalah:

1. Kyai Ahmad Ma'ina,
2. KH. Sulaiman Afandi,
3. Kyai Uzair,
4. Kyai Muhajir,
5. KH. Ahmad Salam,
6. Kyai Abdul Salam,
7. Kyai Khothib Afandi,
8. Dan Lain-Lain.
Selanjutnya ==>